Sabtu, 15 Juni 2013

ADU KERBAU TANA TORAJA











Tana Toraja merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sulawesi Selatan yang mempunyai keaneka ragaman budaya yang cukup banyak. Salah satu yang menjadi daya tarik wisatawan adalah Mapasilaga Tedong, adu kerbau khas Toraja.


Mapasilaga Tedong biasanya diselenggarakan dalam satu rangkaian dengan upacara Adat Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman leluhur yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Dalam adat masyarakat Toraja, Kerbau merupakan hewan yang dianggap suci, begitu pula dalam acara ini kerbau yang diadu bukanlah kerbau sembarangan tetapi merupakan kerbau aduan (pilihan) yang biasanya diambil dari jenis kerbau bule (tedong bunga)atau kerbau albino.


Kerbau yang masuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus Bubalis) tersebut merupakan spesies kerbau yang hanya ditemukan di Tana Toraja. Selain jenis tersebut terdapat juga kerbau Salepo yaitu kerbau yang memiliki bercak hitam dipunggung, kemudian ada pula Lontong Boke yaitu jenis kerbau yang memiliki punggung berwarna hitam. Jenis Lontong Boke merupakan jenis yang paling mahal, dimana untuk jenis kerbau tersebut harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau jantan yang telah dikebiri juga dapat diikutsertakan dalam acara adu kerbau ini.

Sebelum upacara adat dimulai, setelah dibariskan di lokasi upacara biasanya kerbau-kerbau yang akan diadu tersebut akan diarak mengikuti rombongan tim pemain gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang berduka menuju lapangan yang lokasinya berada di Rante (kuburan). Mengiringi keberangkatan rombongan dan para kerbau, musik tradisional yang berasal dari paduan beberapa wanita yang menumbuk padi pada lesung tersebut akan mulai dimainkan.


Sesampainya rombongan di kuburan, sesaat menjelang adu kerbau dimulai terlebih dahulu panitia akan menyerahkan daging babi yang telah dibakar, rokok dan tuak (hasil fermentasi air nira) kepada para pemandu kerbau dan para tamu. Setelah itu langsung dilanjutkan dengan prosesi adu kerbau yang diselenggarakan di lapangan / sawah di dekat kuburan dimana kerbau yang di adu akan dimulai dengan kerbau bule. Disela sela acara adu kerbau kemudian dilakukan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Ma’tinggoro Tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas.

Acara ini bukan merupakan acara rutin yang terjadwal kegiatannya. Karena hal ini tergantung kepada acara Adat Rambu Solo yang pelaksanaannya mengikuti permintaan dari keluarga dari leluhur yang meninggal. Oleh karena itu, apabila pada suatu waktu anda mendengar akan diadakannya Upacara Adat Rambu Solo, apabila anda menyukai jenis wisata budaya semacam ini maka hal tersebut tentu saja teramat sayang untuk disia-siakan.

Upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja





























Tana Toraja tak hanya memiliki keindahan panorama alam, keunikan rumah adat Tongkonan, dan motif tenunan khasnya, namun keragaman budaya juga membuat kawasan di Sulawesi Selatan ini menjadi salah satu destinasi favorit bagi wisatawan, seperti upacara adat pemakaman Rambu Solo’. Upacara ini merupakan ritual adat pemakaman dari masyarakat Toraja yang bertujuan mengantarkan arwah orang yang telah meninggal menuju alam roh, yaitu alam keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan abadi yang disebut dengan Puya. Upacara pemakaman ini kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya upacara yang mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah ini.


Puncak dari Rambu Solo’ disebut dengan upacara Rante. Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual mulai dari proses pembungkusan jenazah (ma’tudan mebalun), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma’popengkalao alang), dan ritual ma'pasonglo yang merupakan ritual mengarak jenazah dari Tongkonan menuju ke Lakkian (tempat persemayaman terakhir). Selain itu juga terdapat berbagai atraksi budaya yang dipertontonkan, seperti adu kerbau (mappasilaga tedong) dan pementasan tari ma'badong. Upacara yang sering juga disebut upacara penyempurna kematian ini biasanya dilaksanakan pada siang hari saat matahari mulai condong kearah barat dan berlangsung 2-3 hari hingga dua minggu bagi kalangan bangsawan.


Kerbau-kerbau yang akan dikorbankan dalam upacara ini, diadu terlebih dahulu sebelum disembelih. Menariknya lagi, kerbau disembelih dengan cara yang unik dan merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Suku Toraja percaya bahwa setiap arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya menuju keabadian dan akan lebih cepat sampai di Puyajika ada banyak kerbau.


Bekal perjalanan menuju keabadian bagi orang Toraja tak hanya pada hewan korban yang disembelih saat upacara saja, tapi juga berupa berupa pakaian, perhiasan, hingga uang yang dihantarkan bersama jasad orang yang meninggal ke tempat pekuburan. Kepada leluhur yang telah meninggal jauh sebelumnya, dapat pula dititipkan persembahan korban sembelihan melalui arwah orang yang sedang diupacarakan. Keyakinan yang mereka percaya sejak zaman leluhur ini menggambarkan kesetiaan dan kecintaan suku Toraja kepada para leluhur baik dalam hidup dan matinya.